Residu atau limbah menjadi salah satu tantangan utama bagi pemangku ekonomi berkelanjutan di Indonesia. Hal ini terutama terjadi pada industri-industri besar yang menghasilkan limbah dalam jumlah besar, seperti pabrik-pabrik, pertambangan, dan sektor transportasi.
Salah satu cara untuk mengatasi masalah limbah ini adalah dengan menggunakan konsep “drop box”. Konsep ini mengacu pada praktik mengumpulkan limbah dari berbagai sumber dan mengelola limbah tersebut secara efisien. Namun, dalam praktiknya, implementasi konsep drop box ini masih menghadapi berbagai hambatan.
Pertama, masalah teknis menjadi tantangan utama dalam implementasi konsep drop box. Banyak perusahaan di Indonesia yang masih belum memiliki infrastruktur yang memadai untuk mengelola limbah secara efisien. Selain itu, biaya yang diperlukan untuk membangun dan mengoperasikan sistem pengelolaan limbah juga cukup tinggi.
Kedua, masalah regulasi juga menjadi hambatan dalam implementasi konsep drop box. Kebijakan yang belum jelas dan kurangnya pengawasan dari pemerintah membuat banyak perusahaan enggan untuk berinvestasi dalam pengelolaan limbah yang berkelanjutan.
Untuk mengatasi tantangan ini, diperlukan kerjasama antara pemerintah, perusahaan, dan masyarakat dalam mengelola limbah. Pemerintah perlu membuat regulasi yang jelas dan memberikan insentif bagi perusahaan yang berkomitmen untuk mengelola limbah secara berkelanjutan. Sementara itu, perusahaan perlu meningkatkan kesadaran akan pentingnya pengelolaan limbah dan berinvestasi dalam infrastruktur yang memadai.
Dengan adanya kerjasama yang baik antara pemerintah, perusahaan, dan masyarakat, diharapkan masalah residu dapat diatasi dengan baik. Sehingga, pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dapat tercapai tanpa merusak lingkungan dan kesehatan masyarakat.